DAMPAK
PERILAKU RELIGIUS DALAM PEMBENTUKAN ETIKA SISWA
Oleh
:
Salpiana
Sitepu
2012100262
JURUSAN SISTEM
INFORMASI
FAKULTAS ILMU
KOMPUTER
JAKARTA
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Merebaknya
isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar,
pornografi, perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari bocoran
soal ujian, perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain sudah menjadi
masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat
yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu
persoalan sederhana, karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini
sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru
(pendidik), sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama
para pelajar dan mahasiswa.
Banyak orang
berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan
oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sebenarnya paling besar memberi
kontribusi terhadap situasi seperti ini. Masalah moral yang terjadi pada siswa
tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama namun juga menjadi tanggung jawab
seluruh pendidik.
Apalagi jika
komunitas suatu sekolah terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan ras.
Berbagai konflik akan dengan mudah bermunculan. Jika kondisi semacam ini tidak
di atasi maka akan timbul konflik-konflik yang lebih besar. Akibatnya masalah
moral, etika akan terabaikan begitu saja.
Padahal tujuan
dari pendidikan di Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Manusia yang mempunyai kepribadian, beretika, bermoral, dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya seperti yang disarikan dari UU No 20. tahun 2003, bab II,
pasal 3, bahwa manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab belum terwujud.
Untuk itu perlu
ditanamkan sikap jujur, saling menghargai, bertoleransi dalam diri setiap
siswa, karena sikap ini mempunyai dampak luas bagi kehidupan orang lain dalam
masyarakat dan negara. Dampak yang luas dan serius ini dapat dirasakan sejak
Juli 1997 hingga sekarang. Krisis yang berkepanjangan tersebut tidak hanya
krisis moneter dan ekonomi saja, tetapi sudah menjadi krisis multidimensi,
yaitu menyentuh banyak bidang, termasuk krisis kepemimpinan, kepercayaan, dan
moral. Sikap jujur, bertoleransi, berdisiplin akan menjadi budaya masyarakat
bangsa apabila perilaku religius menjadi kebiasaan sehari-hari. Perilaku
religius akan mendekatkan insan manusia terhadap Tuhannya sehingga dapat
meningkatkan iman dan takwa.
II.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa
yang dapat dilakukan sebagai pendidik pada anak didiknya dalam membiasakan
berperilaku religius?
2. Dampak
apa sajakah dari perilaku religius yang tampak dalam pembentukan etika siswa?
III.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk :
A. Mendeskripsikan
tindakan pendidik dalam menumbuhkan kebiasaan berperilaku religius.
B. Mendeskripsikan
dampak perilaku religisu dalam pembentukan etika siswa.
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
Perilaku Religius
Perilaku religius merupakan
perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku religius merupakan usaha
manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya.
Religiositas merupakan sikap batin seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan
luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor,
gempa bumi, dan sebaginya. Sebagai orang yang ber- Tuhan kekuatan itu diyakini
sebagai kekuatan Tuhan. Kekuatan tersebut memberikan dampak positif terhadap
perkembangan hidup seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu
menemukannya apabila ia berani merenung dan merefleksikannya.
Melalui refleksi pengalaman hidup
memungkinkan seseorang menyadari memahami, dan menerima keterbatasan dirinya
sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang pemberi hidup, hormat kepada
sesama dan lingkungan alam. Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius
seperti ini tidaklah mudah.
Pembelajaran moral yang dapat
dilakukan menggunakan model terintegrasi dan model di luar pengajaran. Hal ini
memerlukan kerjasama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan
pihak-pihak luar yang terkait.
Nilai-nilai religiositas ini dapat
diajarkan kepada siswa melalui beberapa kegiatan yang sifatnya religius.
Kegiatan religius akan membawa siswa pada pembiasaan berperilaku religius.
Perilaku religius akan menuntun siswa untuk bertindak sesuai moral dan etika.
Antara moral dan etika sebenarnya
tidak sama. Moral adalah hal yang mengatakan bagaimana kita hidup. Etika adalah
usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk memecahkan
masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik.
Moral dan etika dapat dipupuk
dengan kegiatan religius seperti yang sudah dilakukan di SDN 17, jakarta.
Kegiatan religius yang dapat diajarkan kepada siswa di sekolah tersebut yang
dapat dijadikan sebagai pembiasaan, diantaranya:
1. Berdoa
atau bersyukur,
2. Melaksanakan
kegiatan di mushola,
3. Merayakan
hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya,
4. mengadakan
kegiatan keagamaan sesuai dengan agamanya.
Berdoa merupakan ungkapan syukur secara
langsung kepada Tuhan. Ungkapan syukur dapat pula diwujudkan dalam relasi
seseorang dengan sesama, yaitu dengan membangun persaudaraan tanpa dibatasi
oleh suku, ras, dan golongan. Kerelaan memberikan ucapan selamat hari raya
kepada teman yang tidak seiman merupakan bentuk-bentuk penghormatan kepada
sesama yang dapat dikembangkan sejak anak usia sekolah dasar. Ungkapan syukur
terhadap lingkungan alam misalnya menyiram tanaman, membuang sampah pada
tempatnya, dan memperlakukan binatang dengan baik.
Berbagai kegiatan di mushola sekolah
juga dapat dijadikan pembiasaan untuk menumbuhkan perilaku religius. Kegiatan
tersebut di antaranya salat dzuhur berjamaah setiap hari, sebagai tempat untuk
mengikuti kegiatan belajar baca tulis Al Quran, dan salat Jumat berjamaah.
Pesan moral yang didapat dalam kegiatan tersebut dapat menjadi bekal bagi siswa
untuk berperilaku sesuai moral dan etika.
Kegiatan lain yang dapat membentuk moral
dan etika dari perilaku religius yaitu merayakan hari besar sesuai dengan
agamanya. Untuk yang beragama Islam momen-momen hari raya Idul Adha, Isra
Mikraj, Idul Fitri dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan iman dan takwa.
Begitu juga bagi yang beragama Nasrani, perayaan Natal dan Paskah akan dapat dijadikan
momen penting untuk menuntun siswa agar bermoral dan beretika.
Sekolah juga dapat menyelenggarakan
kegiatan keagamaan lainnya diwaktu yang sama untuk agama yang berbeda, misalnya
kegiatan pesantren kilat bagi yang beragama Islam dan kegiatan rohani lain bagi
yang beragama Nasrani maupun Hindu. Kegiatan religius lainnya dapat juga
ditumbuhkan melalui kegiatan berkemah. Kemah religius misalnya dengan
menghadirkan dai cilik bagi yang beragama Islam dan mendatangkan buder bagi
yang beragama Nasrani.
Dengan demikian akan tumbuh toleransi
beragama, saling menghargai perbedaan, sehingga dapat terjalin hubungan yang
harmonis, tentram dan damai. Siswa akan merasakan indahnya kebersamaan dalam
perbedaan. Mereka akan merasa bahwa semua adalah saudara yang perlu dihormati,
dihargai, dikasihi, dan disayangi seperti keluarga sendiri.
II.
Dampak
Perilaku Religius dalam Menumbuhkan Etika
Pembiasaan
berperilaku religius di sekolah ternyata mampu mengantarkan anak didik untuk
berbuat yang sesuai dengan etika. Dampak dari pembiasaan perilaku religius
tersebut berpengaruh pada tiga hal yaitu:
1. Pikiran,
siswa mulai belajar berpikir positif (positif thinking). Hal ini dapat dilihat
dari perilaku mereka untuk selalu mau mengakui kesalahan sendiri dan mau
memaafkan orang lain. Siswa juga mulai menghilangkan prasangka buruk terhadap
orang lain. Mereka selalu terbuka dan mau bekerjasama dengan siapa saja tanpa
memandang perbedaan agama, suku, dan ras.
2. Ucapan,
perilaku yang sesuai dengan etika adalah tutur kata siswa yang sopan, misalnya
mengucapkan salam kepada guru atau tamu yang datang, mengucapkan terima kasih
jika diberi sesuatu, meminta maaf jika melakukan kesalahan, berkata jujur, dan
sebagainya. Hal sekecil ini jika dibiasakan sejak kecil akan menumbuhkan sikap
positif. Sikap tersebut misalnya menghargai pendapat orang lain, jujur dalam
bertutur kata dan bertingkah laku.
3. Tingkah
laku, tingkah laku yang terbentuk dari perilaku religius tentunya tingkah laku
yang benar, yang sesuai dengan etika. Tingkah laku tersebut di antaranya empati,
hormat, kasih sayang, dan kebersamaan.
Jika
siswa sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh dengan kebiasaan
religius, kebiasaan-kebiasaan itu pun akan melekat dalam dirinya dan diterapkan
di mana pun mereka berada. Begitu juga sikapnya dalam berucap, berpikir dan
bertingkah laku akan selalu didasarkan norma agama, moral dan etika yang
berlaku. Jika hal ini diterapkan di semua sekolah niscaya akan terbentuk
generasi-generasi muda yang handal, bermoral, dan beretika.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan tentang menumbuhkan
etika melalui perilaku religius di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan
religius di sekolah seperti:
·
Berdoa atau bersyukur,
·
Melaksanakan kegiatan di mushola,
·
Merayakan hari raya keagamaan sesuai
dengan agamanya,
·
mengadakan kegiatan keagamaan sesuai
dengan agamanya akan membiasakan perilaku religius. Perilaku religius tersebut
dapat menuntun siswa untuk bertingkah laku sesuai etika.
2.
Dampak dari pembiasaan perilaku religius
dalam menumbuhkan etika yaitu terbentuknya sikap siswa dalam berpikir, berucap,
dan bertingkah laku yang sesuai dengan etika.
B.
Saran
Untuk membiasakan siswa berperilaku religius dan bertingkah laku sesuai dengan etika tidak mudah. Dalam hal ini diperlukan usaha yang kontinu, dan diperlukan kerjasama antara guru atau pendidik, orang tua, dan masyarakat.
Untuk membiasakan siswa berperilaku religius dan bertingkah laku sesuai dengan etika tidak mudah. Dalam hal ini diperlukan usaha yang kontinu, dan diperlukan kerjasama antara guru atau pendidik, orang tua, dan masyarakat.
Daftar
Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar